Dalam sebuah pelatihan persiapan purna tugas bagi karyawan-karyawan perusahaan perminyakan seorang peserta bertanya kepada saya, “Pak kata orang kalau mau berinvestasi harus siap menanggung risiko, saya jadi ragu-ragu dan takut untuk melakukan investasi.” “Seberapa besar risiko yang harus ditanggung saat berinvestasi?” Sebuah pertanyaan yang menarik bagi saya, karena biasanya seorang yang menawarkan bentuk-bentuk investasi lebih banyak menunjukkan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dalam berinvestasi daripada risiko yang harus ditanggung. Pada dasarnya dalam kehidupan kita pasti akan berhadapan dengan risiko. Lalu apa itu risiko?
Dalam literatur manajemen risiko, risiko secara luas diartikan sebagai segala sesuatu yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan organisasi atau perusahaan. Maka jika tujuan dari organisasi atau perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan maka jika tujuan tidak tercapai yang berarti keuntungan tidak diperoleh maka seringkali orang melihat risiko sebagai kerugian atau tidak diperolehnya keuntungan. Jika tujuan melakukan investasi adalah untuk mendapatkan keuntungan, maka jika tidak diperoleh keuntungan yang berarti mendapatkan kerugian, risiko dalam berinvestasi sering diartikan sebagai diperolehnya kerugian. Kembali ke pertanyaan peserta pelatihan risiko lebih dipahami sebagai kerugian dank arena kerugian dalam berinvestasi diartikan sebagai kehilangan uang yang diinvestasikan, maka seringkali risiko menjadi momok yang menakutkan saat orang akan mulai berinvestasi.
Investasi pada prinsipnya bisa dilakukan dalam bentuk membuka usaha baru atau berwirausaha, membeli asset-aset riil seperti tanah,rumah, dan emas, serta dengan membeli asset-aset finansial seperti saham, obligasi, dan reksadana. Dalam membuka usaha baru risiko dilihat sebagai kerugian karena penjualan yang rendah atau naik turunnya penjualan. Risiko seperti itu akan dihadapai oleh semua jenis bisnis dan sering disebut sebagi risiko bisnis. Bagi orang yang membuka usaha baru hal tersebut tidak perlu merisaukan karena hal tersebut adalah hal yang lumrah dalam berbisnis. Risiko terbesar dalam membuka usaha baru adalah berhentinya usaha karena penjualan yang tidak kunjung membaik sehingga jika diteruskan akan semakin besar kerugian yang ditanggung, risiko yang seperti ini disebut dengan risiko likuidasi. Risiko likuidasi tidak perlu terjadi jika perencanaan dalam membuka usaha baru dilakukan dengan hati-hati dan tepat. Risiko bisnis dan risiko likuidasi dapat diminimalkan dengan perencanaan dan pengelolaan bisnis yang baik.
Risiko yang akan dihadapi dalam investasi di aktiva riil seperti emas adalah naik turunnya harga emas di pasar. Risiko terjadi ketika harga emas saat kita membeli lebih tinggi dibandingkan harga emas saat kita akan menjual emas tersebut di pasar. Hal tersebut menyebabkan uang yang diperoleh dari hasil penjualan emas lebih kecil dibandingkan uang yang harus dikeluarkan saat membeli emas, dalam bahasa sehari-hari dikatakan sebagai kerugian. Hal yang sama juga terjadi saat kita berinvestasi dengan membeli rumah atau tanah, walaupun sangat jarang harga rumah atau tanah mengalami penurunan. Risiko apa yang akan dihadapi jika kita berinvestasi di saham, obligasi atau reksadana.
Dalam berinvestasi di saham risiko yang akan dihadapi adalah naik turunnya harga saham, tidak mendapatkan dividen, dan perusahaan penerbit saham bangkrut dan dilikuidasi. Risiko yang berkaitan dengan naik turunnya harga saham akan dihitung dari perbedaan antara harga beli saham dengan harga jual saham, jika harga saham di pasar modal naik dan menyebabkan harganya lebih tinggi dibandingkan saat membeli saham tersebut maka pemodal akan mendapatkan keuntungan atau disebut capital gains. Sebaliknya kalau harga saham cenderung turun dan menyebabkan harganya lebih rendah dibandingkan saat membeli maka pemodal akan mendapatkan kerugian atau disebut capital loss. Jadi risiko berinvestasi di saham yang berkaitan dengan naik turunnya harga saham bisa dalam bentuk capital gains dan capital loss yang artinya bisa untung bisa juga rugi. Risiko yang lain adalah perusahaan penerbit tidak memberikan dividen yang berarti perusahaan tidak membagikan keuntungan kepada pemodal selaku pemegang saham. Penyebab perusahaan tidak membayar dividen bisa karena perusahaan rugi atau perusahaan untung tetapi menggunakan keuntungan untuk mengembangkan usahanya. Risiko terbesar adalah jika perusahaan penerbit saham bangkrut dan dilikuidasi, dalam situasi ini pemodal bisa benar-benar kehilangan uangnya, karena perusahaan akan menjual seluruh asetnya dan uangnya dipergunakan untuk membayar hutang terlebih dahulu dan sisanya dipakai untuk membayar pemegang saham. Bisa terjadi uang hasil penjualan asset sudah habis untuk membayar hutang perusahaan, sehingga pemegang saham tidak akan memperoleh pembayaran.
Risiko investasi di obligasi dan reksadana secara umum hampir sama dengan risiko investasi di saham. Pemodal bisa berhadapan dengan risiko berupa capital gains dan capital loss. Pemodal juga bisa menanggung risiko karena perusahaan tidak mampu membayar bunga obligasi atau tidak mampu membayar dividen untuk investasi di reksadana. Risiko terbesar dalam berinvestasi di obligasi terjadi saat perusahaan tidak mampu membayar hutang dan akhirnya harus dilikuidasi. Jika hutang perusahaan sangat besar dapat terjadi asset perusahaan tidak cukup untuk melunasi hutang kepada pemodal, namun secara hokum perusahaan tetap memiliki kewajiban untuk mengembalikan hutang tersebut. Jika berinvestasi di reksadana maka risiko terbesar terjadi ketika manajer investasi yang menerbitkan reksadana mengalami kesulitan keuangan dan harus dilikuidasi atau manajer investasi salah dalam membentuk portofolio sehingga akhirnya dana pemodal hilang atau berkurang dalam jumlah yang besar. Risiko di reksadana juga bisa muncul pada saat manajer investasi tidak bisa dipercaya dan melarikan uang pemodal, seprti dalam kasus reksadana Antaboga yang berkaitan dengan kasus Bank Century.
Sebagai penutup perlu dipahami bahwa risiko akan selalu dihadapi oleh semua orang, dan bukan hanya dalam berinvestasi. Risiko sebenarnya juga tidak selalu identik dengan kerugian atau kehilangan dana investasi seperti risiko yang muncul dari naik turunnya harga saham atau obligasi yang disebut dengan capital gains. Dalam dunia investasi dipercaya bahwa semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh semakin tingi risiko yang harus ditanggung. Seperti sebuah pohon semakin tinggi pohon maka semakin tinggi juga risiko pohon itu tumbang karena angin. Risiko akan bisa diminimumkan dengan perencanaan investasi yang baik, pengelolaan investasi yang baik, mengedepankan prinsip kehati-hatian, dan terakhir sebagai pemodal kita tidak boleh menjadi tamak karena ketamakan awal dari kehancuran. Jangan takut berinvestasi nikmati keuntungannya dan risikonya.